Belajar Tanpa Ikatan

 

Ketika diikat dari luar justru tidak ada ikatan dari dalam.

Entah kaidah darimana bahwa segala sesuatu harus diabsen, diwajibkan kepada semua dan terdapat konsekuensi bila tidak mengikuti kegiatan itu.

Karena justru efek sampingnya adalah tidak adanya kekuatan hati.

Hemat saya, ini terjadi karena keinginan serba instan agar semua orang memiliki kekuatan niat yang sama kuat sehingga bisa selalu hadir tanpa adanya pembangunan jiwa. Atau entah salah satu kaidah yang diambil dari barat yang dimulai dari pembelajaran modern saat ini.

Saya juga baru tersadar dari konsep islam yang selama ini selalu dipraktekkan oleh syaikh kebanggakan saya, Syaikh Munqiez -hafidzahullah- Ketika beliau mengajar dalam kelas, semua ia buat mudah, tak banyak ambil pusing, soal soal ujian begitu gampang dan bahkan beberapa sesi pembelajaran beliau lebih suka ngobrol dan mengambil manfaat dari obrolan yang asyik.

Menurutnya yang membuat keilmuan menguat, barakah berkecambah itu adalah metode pembelajaran para penuntut ilmu zaman dahulu. Mungkin seperti majelis yang ada di beberapa masjid masjid di negara arab, salah satunya adalah di masjid Nabawi. Dimana Ketika penuntut ilmu benar benar datang karena niat dalam hati, tekad kuat untuk ilmu dan mengambil sebanyak banyaknya manfaat serta barakah dari sang guru. Kemudian guru juga benar benar datang tanpa paksaan, beban dan hanya menginginkan kebermanfaatan serta menuangkan ilmu sebanyak banyaknya.

Tak ada kewajiban, taka da paksaan, tapi justru tali ikatan hati antara guru dan murid di situ terpasak kuat. Seakan sang murid itu mewajibkan diri sendiri, ia akan merasa berdosa dan menyianyiakan ilmu bila tidak datang.

Ini metode yang ditempuh para salaf dulu.

Persis seperti metode Rasulullah dalam memulai Pendidikan para sahabatnya. Majelis Darul Arqam. Bahkan majelis yang satu ini bukan sekedar tanpa paksaan, tapi justru dilarang, dipersulit, siapa yang kepergok akan mendapatkan konsekuensi yang berat. Tapi justru berbagai cara mereka lakukan agar bisa datang; sembunyi sembunyi, mengecoh, bahkan walau sudah menelan siksaan berat keistiqomahan tetap kuat tak berkarat.

Begitu juga perjanjian yang Rasul buat dengan para sahabat Anshar. Itu bukan semata mata tulisan bertanda tangan di atas materai. Bukan itu yang mengikat. Itu hanya formalitas, tuntutan birokrasi professional. Tapi sesungguhnya dibalik kertas itu ada kekuatan iman yang mewujud menjadi cinta, loyal, jiwa rela berkorban yang telah lama dipupuk sehingga sebenarnya pengikatnya bukanlah lembaran using perjanjian, tapi sesuatu yang jauh lebih dalam.

Apa kuncinya? Kekuatan niat, tekad yang membesi membaja, cinta terhadap guru, penghormatan terhadap ilmu dan informasi atau kabar akan para pendahulu yang luar biasa.

Maka ini yang membuat Pendidikan Islam dahulu kuat. Karena semua berasal dari inside. Dan yang terpenting bukan sekedar niatan atau keinginan kuat biasa. Tapi keinginan yang dibangun dari pondasi matsalul a’la yang berasal dari sirah nabawiyyah, biografi perjuangan para mujahid dan ulama yang melampaui semua itu dengan penuh ketinggian yang melangit.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problematika Pelik

Pendidikan, jangan pandang sebelah mata

Murabbi sejati