Aku Guru (3) -Sebuah Proses-

Saya sangat kagum dengan salah satu syaikh yang pernah mengajari kita di STIPI Maghfirah. Tsaub putih yang tak pernah lekang dari kulit merah arabnya ditambah peci putih yang menempel di kepalanya. Manfaat dari peci itu juga sebagai penutup sedikit kebotakannya akibat terlalu banyak memasak ilmu pengetahuan. Dia berjalan dengan penuh kewibawaan dan dengan gaya yang super cool. Tidak seperti syaikh-syaikh yang lain. Beliau Nampak berbeda dengan cara berbicara dengan kefasihan dan raut wajah dan juga gaya menjelaskannya yang tak bertelae-tela. Dia syaikh favorit saya. Salah satu hal yang membuat kita terperangah tanpa bergeming selain perasaan takjub adalah kemampuannya menjelaskan semua pelajaran dengan tanpa buku. Kapan dan dimanapun dia diminta untuk menjalaskan ia selalu memberikan performa termantap dan bersemai kepahaman bagi murid-muridnya. Pasalnya semua ilmu-ilmu itu telah dilahap hingga kekulit-kulitnya. Sehingga persiapan setiap mengajar baginya adalah hal yang sia-sia dan membuang waktunya. Persiapan adalah kunci dari segala performa. Tak terbayang seberapa besar manfaat yang akan murid-murid syaikh itu dapatkan kalau seandainya beliau merancang pembelajaraannya. Yah, walaupun beliau juga terpaksa melakukan itu karena tuntutan dari pekerjaan lain yang mengambil waktu lainnya. Ada sebuah perkataan yang diriwayatkankan oleh pepatah “Maju podium tanpa persiapan, turun tanpa penghormataan”. Maka cuplikan kata ini sukses menyihir saya dengan selalu berlatih sebelum pertunjukan. Minimalnya 3 kali gladi sebelum pentas inti. Terkadang pula sudah maksimal persiapannya, seluruh peluh telah terperas tuntas akan tetapi hasilnya masih jauh dari kata sempurna. Atau terkadang semua persiapan dan Latihan yang dilakukan tak jauh lebih hebat dari orang yang maju tanpa persiapan. Ia hanya mengandalkan skill bermain kata-katanya yang sudah max situ. Saya persiapan hasilnya 70, dia tanpa persiapan hasilnya 90. Begitulah dunia memang terkadang ada surprise dan sesuatu yang kita lihat tidak adil, tapi itu hanyalah ilusi di mata kita. Tak perlu terlalu memusingkan tentang hasil. Karena itu adalah hak priogratif langit. Menjalani proses dan menapaki sebab demi sebab, itulah hal yang dituntut. Jangan pernah kau merasa merugi bahwa kau telah melakukan 5 dengan hasil minim sedangkan yang lain hanya meniru jejak perjuanganmu lalu mendapatkan hasil maksimal. Rela berproses lebih banyak dan memulai lebih dulu dari yang lain adalah sebuah kemampuan yang sangat luar biasa. Maka pertahankan dirimu itu yang selalu tahan banting menghadapi kerasnya menjalani terowongan proses dan selalu berusaha selangkah lebih maju dari orang lain. Proses dan hasil, dua hal yang selalu Tarik menarik. Saat belum mencapai apa yang diangan. Bayang-bayang hasil akan selalu menghiasi alam pikir, memberi semangat agar terus melangkah dan membuat mata tetap melek walau sekujur tubuh telah memberi isyarat merah tanda telah lunglai tak bertenaga. Sedangkan sesaat setelah angan-angan itu direngkuh dalam genggaman, hal yang akan selalu diingat adalah proses yang dipenuhi dengan kesah, capek dan debu-debu perjuangan. Semua keluhan, rasa sakit dan perihnya masa-masa strungle pada saat reuni hanya akan menjadi kisah yang sangat semilir di telinga kala mendengarnya dari mulut para sahabat, atau akan menjadi kisah kebanggaan yang kelak akan diteruskan oleh anak keturunan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problematika Pelik

Pendidikan, jangan pandang sebelah mata

Murabbi sejati