Niat awal
Saya layaknya mahasiswa yang lain pada umumnya,
yang datang ke tempat ini karena tergiur aka napa yang dijanjikan. Yaitu
sekolah di Madinah. Suratan takdir ilahi ternyata menuliskan hal yang lain,
dengan berbagai drama, tangis dan harapan yang mengisi pernak Pernik
perjalanannya. Akhirnya, saya pupuskan mimpi ke Madinah.
Sebenarnya bukan memupuskan, atau mengubur
hidup hidup mimpi itu. tapi seperti yang dikatakan Umar bin Abdul Aziz “Inni
nafsun tawwaqoh” yang artinya, aku mempunyai jiwa yang selalu haus. Ketika
telah mencapai sebuah mimpi, aku menginginkan yang lain, hingga akhirnya tujuan
tertinggiku adalah surganNya. Begitu juga dengan diri ini. Mimpi pergi ke
Madinah itu mungkin masih ada dan akan terealisasi oleh hal yang lain. Tapi,
kini diri ini focus kepada tujuan besar dibaliknya. Menjadi ulama.
Hari berganti, pekan berlalu, bulan demi bulan
berguguran. Hingga diri ini mendapati jalan menuju ke-ulama-an bukanlah jalan
yang mudah. Akan sangat Panjang, terjal, curam dan butuh begitu banyak
pengorbanan di baliknya.
Kini, diri ini bertanya, terus bertanya,
“memangnya kalau sudah jadi ulama mau apa?” lama diri ini merenung, sempat
terbesit keinginan untuk keluar, cuti atau apapun itu.
Tapi, sekelibat pikiran itu dipatahkan oleh
nasehat seorang sahabat, “yakin Ketika keluar kamu bakal bisa lebih baik lagi?
Bisa mencapai mimpimu sebagai ulama?” kemudian dia menyusulkan perkataannya
dengan sebuah challenge “kalau benar, buktikan dulu sekarang. Dengan apa yang
ada di hadapanmu hari ini, sudah bisa kamu manfaatkan semua dengan maksimal?.”
Saya pun tertantang dengan ucapannya dan saya
jajal. Hasilnya, saya masih keok. Memang benar ucapannya, power saya belum
maksimal untuk benar benar menyeimbangkan antara kewajiban dengan kebutuhan.
Terkadang masih saja terjebak pada tipuan abal abal, seperti; scrolling medsos,
melakukan hal lain yang kurang penting, dll. Maka saya simpulkan, Ketika nanti
keluar pasti tidak akan sesuai dengan apa yang diucap.
Ini mungkin terdengar rumit, tapi intinya semua
Kembali pada pola pikir kita. Terlebih lagi kita mahasiswa.
Untuk membenarkan pola pikir, kebiasaan, dan
kehidupan sebenarnya tak perlu kita mengikuti pelatihan ini, ataupun itu. cukup
rubah satu hal atau tanamkan satu hal. Budaya literasi.
Baca, baca, baca, tambah ilmu, terus perkaya
diri, jangan henti untuk selalu mencari kebenaran serta minta bimbingan dari
Allah melalui do’a-do’a yang jangan sampai terlewat terpanjat.
Komentar
Posting Komentar