Belajar sambil bermain
Hari ini, hari dimana ilmu pengetahuan berkembang pesat, teknologi
meningkat dengan cepat dan penelitian baru dalam hitungan jam sudah tertumpuk
oleh penelitian yang lainnya. Tak kita pungkiri bahwa Barat telah begitu pesat membawa
perkembangan keilmuan hari ini, dalam tekonologi, militer, sosial, pertanian,
astronomi, hingga Pendidikan. Yah, mereka memiliki jasa pada perkembangan
peradaban hari ini.
Akan tetapi, selalu ada perbedaan antara satu peradaban dengan peradaban
lainya. Pastinya yang bisa membedakan dua peradaban ini adalah ia yang memiliki
pengetahuan, wawasan dan konsep dasar peradaban pembandingnya. Sebagai seorang
muslim memahami peradabannya sendiri itu merupakan kewajibannya, karena apabila
luput darinya itu sama saja ia menghilangkan kebesaran islam dalam jiwanya.
Tanpa menutup mata dari semua kemajuan Barat, akan tetapi Islam memiliki
pola kemajuan yang berbeda dengan Barat. Menyeluruh dalam setiap aspeknya,
seimbang dan menjangkau sisi terdalam suatu peradaban, yaitu spiritualitas.
Untuk lebih detailnya silahkan bisa dicari sendiri bagaimana peradaban Islam
ketika memimpin dunia. Akan tetapi yang ingin saya bahas disini adalah mengenai
penelitian hari ini terkait Pendidikan.
Entah berapa trainer, pakar Pendidikan yang menyampaikan begitu banyak
teori dari hasil penelitian Barat. Sebelumnya harus kita ketahui bahwa
penelitian itu hanya sebatas penelitian, yang bisa terbukti dikemudian hari
salah, atau bahkan bertentangan. Kecuali penelitian yang telah sangat kuat,
terbukti oleh ratusan penelitian yang lain dan dalam kurun waktu yang lama
masih tetap kukuh. Bisa jadi dari derajat Dzan berubah menjadi Yaqin. Begitu
peradaban Islam membagi ilmu. Sedangkan ilmu yang tidak mungkin salah,
dijatuhkan dan diruntuhkan serta teruji sepanjang zaman adalah Ilmu Qath’i.
ilmu ini hanya berasal dari ilmu wahyu. Tak usah kita banyak berdebat, telah
lewat 14 abad, tak ada satupun yang mampu menyangkal dan meruntuhkan ilmu ilmu
Al Qur’an dan Sunnah. Bahkan penelitian dan ilmu ilmu baru justru semakin
menguatkannya.
Salah satu teori Pendidikan yang sering saya dengar adalah, “Bila hati
senang, otak akan menyerap lebih banyak.” Wallahua’lam akan kebenaran teori
ini. Akan tetapi sepanjang waktu ini tanda tanda yang menunjukan memang menguatkannya.
Katakan saja ini adalah teori yang benar dan barat berhasil sampai pada
kesimpulannya. Akan tetapi selalu saja ada hal yang kurang. Jelas dari sisi
penemuannya, peradaban Islam telah lebih dahulu menemukannya karena berasal
dari wahyu. Dari sisi yang lain, yaitu media dan wasail yang digunakan untuk
mempraktekan teori ini, mereka tidak dapat mencapai apa yang kita capai.
Jikalau Barat mengartikan teori itu dengan menjadikan setiap
pembelajaran dan penyampaian materi harus menyelipkan didalamnya permainan,
joks, dan dengan metode metode yang membuat peserta didik bergerak serta
Bahagia sehingga materi yang disampaikan masuk lebih cepat. Hanya sampai situ
batas penelitian mereka. Yah, pantas saja, karena peradaban barat hanyalah
peradaban fisik yang tak menyentuh ranah terdalam manusia. Mereka hanya menerka
sisi metafisika tanpa benar benar memahaminya.
Sedangkan islam, sudah sangat tuntas membahas aspek terpenting manusia
ini. Islam menempatkan sesuatu yang jauh lebih tinggi dari sekedar pengaplikasian
dengan hal hal seperti itu. islam telah jauh masuk kedalam diri manusia
menanamkan konsep kebahagiaan terdalam sebagai konsep dasar keimanan. Sehingga
bukti keimanan adalah kebahagiaan abadi yang selalu bersemayam dalam diri.
عجبا لأمر المؤمن أن أمره كله له خير وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن
Perhatikan kata
kuncinya, “dan ini tidak ada kecuali hanya pada diri seorang Mukmin”
kebahagiaan yang berasal keimanan itu adalah tanda seorang Mukmin. Dan konsep
ini bukan hanya dalam pendidikan, tapi menyentuh semua ranah bahkan hingga
kematian. Bayangkan kematian yang banyak ditakuti orang orang, justru menjadi
sesuatu yang sangat dirindukan oleh seorang Mukmin!
Maka tak usah
ditanya mengenai sekedar belajar mengajar atau transfer materi. Justru kegiatan
yang dilakukan oleh penuntut Ilmu adalah kegiatan yang seharusnya lebih pantas
untuk mendapatkan seluruh kebahagiaan itu. Karena seorang Thalibul Ilmi
memiliki yang lebih tinggi dari sekedar orang awwam, karena mereka pastinya
jauh lebih mengetahui mengenai surga, neraka, pahala, kemanfaatan, amal
jariyah, dll, yang menjadikan kegiatan Thalabul Ilmi ini sangat bermakna dan
membuat diri mereka bahagia. Inilah konsep yang mereka pahami sehingga pada
masanya, seluruh orang berbondong bondong ingin memasukan anak anak mereka ke
majelis pada ulama agar mereka mendapatkan kemuliaan seperti mereka di dunia
dan akhirat.
Maka jika
judulnya hanya sekedar masuk tidaknya materi, itu sangat rendah dan kaleng
kaleng. Kita punya strata yang lebih tinggi lagi. Maklum saja, mungkin ini
semua terjadi karena dunia barat merasakan beratnya menuntut ilmu bagi pelajar,
merasakan ketidak manfaatan ilmu mereka, hingga kesalahan memahami konsep ilmu
sehingga salah juga dalam mengartikan.
Standar
keilmuan kita itu sudah mencapai bagaimana anak bisa memulai sedini mungkin
untuk menjadi ulama, pastinya setelah pendidikan keimanan, Al Qur’an dan adab
yang tertanamkan. Bahkan banyak sekali dari mereka yang sengaja mempersulit
diri seperti sengaja melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki, menjual rumah
dan seluruh hartanya, tak beristirahat sama sekali demi ilmu yang akan mereka
dedikasikan.
Jadi apa yang
salah? Semua yang manusia lakukan adalah soal keinginan. Maka rasa bosan,
berat, pusing terhadap materi, dll itu terjadi karena tidak adanya keinginan.
Maka pendidikan adalah soal keinginan. Ketika keinginannya lemah; hanya materi
duniawi, maka itu semua yang akan terjadi. Maka ketika keinginan menguat, yaitu
yang berlandaskan keimanan, maka hal hal gila yang akan kita saksikan seperti
apa yang kita dapatkan dalam peradaban islam.
Terakhir,
konsep ini tidak salah. Ya, jika digunakan sebagai selingan untuk anak anak
yang masih dibawah umur, karena masih sangat kecil sisi spiritualitas yang
terbuka dalam diri mereka, sehingga tak masalah menggunakan hal hal seperti
itu. Tapi ketika ini masih digunakan dalam jenjang setelahnya, berarti itu
adalah tanda dari kegagalan kita sebagai orang yang mengusung pendidikan islam
dalam menanamkan keimanan!
Komentar
Posting Komentar